Kabar Latuharhary

Demi Keselamatan Pemilih, Komnas HAM Usulkan Tiga Klaster Pelaksanaan Pilkada 2020

Jakarta-Keselamatan serta kesehatan masyarakat dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi perhatian Komnas HAM. Lembaga mandiri ini mendorong penggunaan protokol kesehatan WHO dalam tiga klaster selama penyelenggaraan pesta demokrasi di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).

"Pelaksanaan Pilkada 2020 mensyarakatkan protokol kesehatan ketat. Tidak hanya sekedar terlaksananya tahapan, tapi juga memenuhi keselamatan kesehatan publik," kata Ketua Tim Pemantau Pilkada 2020 Komnas HAM RI Hairansyah dalam konferensi pers "Keselamatan Pemilih dan Penyelenggara Pilkada di Era Pandemi: Dari Perspektif HAM" yang diadakan di Kantor Komnas HAM, Senin (22/6/2020).

Merujuk ke Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 tahun 2020 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelengaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020, Komnas HAM mencermati jika faktor keselamatan kesehatan belum jelas. Lantaran PKPU tersebut hanya mencantumkan proses beserta tahapan dalam Pilkada sehingga Komnas HAM mengusulkan agar KPU meng-klaster tahapan-tahapan tersebut menjadi tiga bagian.



Klaster pertama, ujar Hairansyah, kegiatan yang harus tatap muka karena terkait dengan Undang-Undang (UU), misal pemungutan dan rekapitulasi suara. Kedua, klaster yang bisa dilakukan secara daring, misalnya proses administrasi di KPU. Ketiga, klaster yang memadukan tatap muka dan daring, misalnya penyerahan dukungan pasangan calon (paslon).

"Kami menyarankan ada pembatasan dan penerapan protokol kesehatan, seperti jaga jarak, menggunakan masker, dan hand sanitizer," ujar Hairansyah.

Pembatasan sesuai protokol kesehatan tadi membuat konsekuensi agar sebagian pendukung paslon diberikan akses untuk menyaksikan secara online atau dalam jaringan (daring). Komnas HAM pun meminta KPU untuk segera membuat aturan tentang protokol kesehatan di setiap tahapan Pilkada. "Ini menjadi bagian acuan hukum bagi pelaksana pemilu di daerah. Jadi ada payung hukum untuk melaksanakan fungsinya," ucap Hairansyah.

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin juga menyebutkan bahwa pemerintah harus transparan mengenai situasi pusat dan penyelenggara Pilkada yang tersebar di 224 daerah. 

“Kita sesungguhnya ingin meminta keterbukaan dari pemerintah mengenai situasi daerah dan pusat, kabupaten mana yang situasinya merah tetapi akan menyelenggarakan Pilkada. Kalau data ini ada pemilih akan waspada dengan keadaan. Kalau ini tidak ada, masyarakat akan menganggap biasa-biasa saja keadaannya dan tiba-tiba nanti terjadi lonjakan yang terpapar virus ini,” kata Amir. 

Amir juga menyoroti informasi bahwa daerah belum bisa secara pasti menyediakan anggaran atau menambah anggaran untuk mempersiapkan protokol kesehatan yang diperlukan dalam pelaksanaan Pilkada.

“Komnas HAM  sesungguhnya mempertimbangkan keselamatan pemilih dan penyelenggara.Jika situasi belum bisa dikendalikan oleh pemerintah maka penyelenggaraan pilkada yang sudah dimulai tahapannya minggu depan, bisa menjadi problem dalam mencegah penyebaran COVID-19 ini. Jika KPU dan pemerintah ragu-ragu dalam menyiapkan protokol kesehatan, lebih baik Pilkada ini ditunda,” tegas Amir. (SP/IW)

Short link