Kabar Latuharhary

Pentingnya Reparasi Terhadap Hak Korban Konflik Bersenjata di Aceh

Kabar Latuharhary – Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh adalah lembaga independen non-struktural yang dibentuk untuk mengungkapkan kebenaran, pola dan motif atas pelanggaran HAM dalam konflik bersenjata di Aceh. KKR Aceh juga merekomendasikan tindak lanjut, merekomendasikan reparasi dan melaksanakan rekonsiliasi. Reparasi atau pemulihan merupakan hak korban yang dilindungi oleh hukum internasional.

“Pemerintah perlu membuat kebijakan terhadap pemenuhan hak korban konflik bersenjata di Aceh, tanpa harus menunggu keputusan pengadilan,” ujar Komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam saat memberikan tanggapan dalam FGD “15 Tahun Damai Aceh” yang dilaksanakan oleh KRR Aceh, Rabu (26/08/2020).

FGD yang digelar secara daring tersebut, dihadiri oleh Narasumber dari Menkopolhukam RI yang diwakili oleh Deputi III Polhukam, Sugeng Purnomo, serta Ketua KKR Aceh, Afridal Darmi. Selain itu, FGD ini dihadiri oleh beberapa organisasi dan lembaga yang menjadi penanggap, diantaranya Ketua Forbes Aceh DPR/DPD RI, Nasir Djamil, Ketua LPSK RI, Hasto Atmojo Suroyo, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yetriyani, Dirjen HAM Kemenkumham RI, Mualimin Abdi, Direktur HAM dan Regulasi Bappenas RI, Prahesti Pandanwangi, dan Anggota Komisi I DPR Aceh, Bardan Sahidi.


Afdal memaparkan bahwa KKR Aceh dibentuk untuk mengungkapkan kebenaran terhadap pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Selain itu, KKR Aceh juga membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM baik individu maupun lembaga dengan Korban. KKR juga merekomendasikan reparasi menyeluruh bagi korban pelanggaran HAM, sesuai dengan standar universal yang berkaitan dengan hak-hak korban.

Lebih lanjut, Ia menyampaikan bahwa reparasi atau pemulihan terhadap hak korban perlu segera dipenuhi. Reparasi dalam bentuk regulasi hukum merupakan bentuk pemajuan, perlindungan, pemenuhan dan penghormatan HAM.

Sejalan dengan Afdal, Sugeng mengatakan bahwa pembentukan KKR penting untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa dimasa depan. KKR Aceh juga berperan membantu pemerintah dalam melakukan identifikasi dan validasi terhadap korban dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Komnas Perempuan juga mendukung reparasi mendesak dan pemulihan terhadap korban, terutama perempuan, ujar Andy. Ia menyampaikan bahwa Komnas Perempuan berkomitmen dalam pendidikan publik, rekomendasi kebijakan, pendidikan publik dan kerjasama lintas sektor di Aceh, nasional dan internasional.

“Lima belas tahun bukan waktu yang singkat. Perlu ada komunikasi antar lembaga yang dibuat dalam bentuk protokol atau kesepemahaman. Hal ini dilakukan untuk menciptakan persepsi yang sama antar lembaga, sehingga penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM di Aceh tersebut berjalan lebih cepat,” pungkas Anam. (Feri/LY)

Short link