Kabar Latuharhary

Komnas HAM Menerima Audiensi dari Majelis Agama Baha’i

Kabar Latuharhary – Majelis Agama Baha’i melakukan Audiensi ke Komnas HAM terkait kebebasan beragama. Baha’i merupakan agama minoritas yang dibawa ke Indonesia sekitar tahun 1878. Agama baha’i merupakan agama yang independen dan bersifat universal, bukan sebuah sekte dari agama lain.

“Kebebasan memilih Kepercayaan maupun Agama merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang dilindungi oleh negara,” kata M. Choirul Anam, Komisioner Komnas HAM RI, saat menerima audiensi Majelis Agama Baha’i  yang digelar secara daring, Senin (31/08/2020).

Salah seorang perwakilan Majelis Agama Baha’i, Riaz Muzaffar menjelaskan latar belakang terbentuknya agama Baha’i. Ia menuturkan sejarah dan proses perjalanan Agama Bahai  sampai menjadi salah satu agama minoritas di Indonesia.

Lebih Lanjut, ia mengungkapkan bahwa Agama bahai tersebar di 191 negara dan 46 negara teritorial. Pada tahun 2014, Kementerian Agama juga telah melakukan penelitian terkait dengan Agama Bahai. Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam bentuk buku dengan judul “Baha’i, Sikh, dan Tao: Penguatan Identitas dan Hak-Hak Sipil”. Buku tersebut dirilis pada tahun 2015, ujar Riaz.


Anam menjelaskan bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan salah satu hak asasi manusia yang termasuk dalam kategori non-derogable rights. Hak asasi non-derogable rights merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi atau dibatasi dalam keadaan apapun.

Hak-hak non-derogable rights sudah diatur dalam Pasal 28 (I) Ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Hak tersebut meliputi hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut.

Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga telah menjelaskan lebih lanjut yang dimaksud dengan “dalam keadaan apapun” termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata  dan atau keadaan darurat.

“Forum seperti ini menjadi jembatan bagi kita untuk berkomunikasi dan mencari solusi dalam menjawab permasalahan HAM di Indonesia,” pungkas Anam. (Feri/LY)


Short link