Kabar Latuharhary

Upaya Komnas HAM Tangani Konflik Lahan di NTT

Kabar Latuharhary – Komnas HAM RI melalui Bagian Pemantauan dan Penyelidikan Biro Dukungan Penegakan HAM, melakukan pemantauan dan koordinasi terkait opsi penanganan kasus konflik lahan di Pubabu-Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, pada 28 s.d. 30 Agustus 2020.

Berdasarkan pengaduan/audiensi virtual terakhir kepada Komnas HAM, 7 Agustus 2020, masyarakat adat Pubabu didampingi Solidaritas Perempuan serta WALHI NTT, menyampaikan adanya perkembangan konflik lahan yang mengakibatkan penggusuran, intimidasi, dan dugaan tindak kekerasan. Dugaan tindak kekerasan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) bersama aparat keamanan.

Menindaklanjuti hal tersebut, Komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara bersama beberapa staf bagian dukungan pemantauan lainnya, melakukan upaya pertemuan yang bertujuan untuk menggali masukan berikut data, informasi dan fakta tentang permasalahan tersebut. Pertemuan melibatkan beberapa pihak terkait, diantaranya, Pemprov NTT, Polda NTT, Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi NTT dan pihak pengadu. Masyarakat adat Pubabu sebagai pihak pengadu  yang mengalami penggusuran didampingi oleh WALHI NTT dan Tim kuasa hukum, tua-tua serta tokoh adat masyarakat adat Pubabu.



Tim pemantauan juga telah bertemu dengan Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda), Kepala Biro Operasi (Karo Ops), Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum), dan Bidang Hukum (Bidkum) Polda NTT serta Kapolres Timor Tengah Selatan (TTS) terkait upaya yang telah dilakukan dalam penyelesaian kasus serta keterlibatan kepolisian dalam pengamanan relokasi masyarakat. Komisioner Beka Ulung Hapsara juga telah melakukan pertemuan dengan Pemprov NTT yang dihadiri oleh Asisten 1 dan Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT dengan salah satu agendanya adalah membahas kasus tersebut.

Komnas HAM mengunjungi lokasi penggusuran dan melakukan pertemuan dengan pihak pengadu. Hal ini dilakukan guna mendapatkan informasi yang berimbang mengenai sejarah kepemilikan lahan yang kini sedang dipermasalahkan dalam rencana program pengembangan penanaman dan peternakan Pemprov NTT.

Dalam rangka memperoleh pencarian informasi, data, dan fakta guna percepatan penanganan konflik sekaligus memberikan perkembangan penanganan kasus, tim pemantauan Komnas HAM RI juga menyempatkan bertemu dengan pendamping masyarakat adat Pubabu-Besipae yakni Walhi NTT, pendamping hukum, perwakilan gereja, dan LPA Kupang.

Sebelum melakukan pemantauan, Komnas HAM telah melangsungkan Konferensi pers daring yang mengangkat tema “Hentikan Represifitas Negara Terhadap perempuaan Adat yang Mempertahankan Tanah Kehidupannya”, pada 13 Agustus 2020. Konferensi pers ini dilaksanakan bersama Solidaritas Perempuan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), serta Lembaga Perlindungan Anak Nusa Tenggara Timur,

Konflik yang terjadi antara Masyarakat adat Pubabu dan pemerintah Provinsi NTT tersebut, berawal dari pelaksanaan proyek percontohan intensifikasi peternakan. Proyek ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi NTT dengan Pemerintah Australia. Konflik lahan ini sudah berlangsung sejak 1982.

Sejak tahun 2009, Komnas HAM RI telah menangani kasus konflik lahan di Pubabu-Besipae tersebut dan telah mengeluarkan rekomendasinya kepada Pemprov NTT pada tahun 2012. Namun, berdasarkan pernyataan Beka pada saat konpers diselenggarakan, Pemprov NTT tidak mengindahkan  rekomendasi Komnas HAM tersebut.  (Niken/Ibn)

Short link