Kabar Latuharhary

Humanitas dan Patriotisme sebagai Cara Menghadapi Tantangan Globalisasi

Kabar Latuharhary - Tantangan terbesar humanitas dan patriotisme di era disrupsi global adalah bagaimana menurunkan dari gagasan-gagasan besar humanitas dan patriotisme dalam konstitusi menjadi watak dasar perilaku seseorang, khususnya di generasi paling muda saat ini. Perdebatan soal humanitas dan patriotisme pada generasi milenial saat ini jarang terjadi. Oleh karenanya, perlu dibuka ruang-ruag agar humanitas dan patriotisme ini kembali menjadi diskursus yang kuat.
 
Berikut disampaikan Komisioner Komnas HAM RI, M. Choirul Anam dalam Webinar Humanitas dan Patriotisme di Era Disrupsi Global yang dilaksanakan oleh Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Surabaya (PUSHAM UBAYA), Rabu (11/11/2020). Webinar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November.

Sebelum memulai paparannya, Anam menyampaikan bahwa pilihan tema yang diambil sangatlah menarik dengan membahas humanitas dan patriotisme. Karena pada dasarnya patriotisme tidak dapat ditinggalkan dari sejarah 10 November di Indonesia, khususnya Surabaya. Menurutnya, humanitas atau humanisme dapat dipahami sebagai kegiatan, sikap batin dan pemikiran yang didedikasikan terhadap kemuliaan manusia. Humanisme selalu menjadi bahasa paling universal yang bisa diterima oleh banyak orang. Sedangkan patriotisme merupakan sikap batin yang menginginkan satu perubahan signifikan yang diperjuangkan dalam satu negara. “Patriotisme pada zaman dulu selalu dilekatkan dalam upaya untuk mencapai kemerdekaan,” ungkap Anam.

Lebih lanjut ia menyampaikan, walaupun pada zaman dulu patriotisme merupakan upaya untuk mencapai kemerdekaan, namun setelah merdeka pun sikap patriotisme masih ada. Salah satu jalan yang paling penting dalam menjawab humanisme dan patriotisme di era disrupsi global adalah konstitusi. “Patriotisme menurut saya dalam konteks saat ini dijalankan dengan menjalankan dan menjaga konstitusi. Terdapat 2 (dua) hal yang penting dalam konstitusi di Indonesia, yaitu konstitusi mewajibkan seluruh warga negaranya berkontribusi menjaga keutuhan bangsa dan negara dan konstitusi juga menjaga dan melindungi hak asasi manusia yang spiritnya adalah humanitas itu sendiri,” kata Anam.



Anam menyampaikan bahwa konstitusi memberikan pembelajaran dalam banyak hal. Dalam konteks mengelola negara, ke arah mana negara akan dikelola menjadi tanggung jawab semua orang yang harus dilindungi sebagai suatu hak. Sedangkan dalam konteks menjaga kesatuan dan persatuan diletakkan sebagai suatu kewajiban. Lebih lanjut, Anam memberikan pandangannya terkait patriotisme dan nasionalisme yang merupakan 2 (dua) hal berbeda. “Patriotisme adalah mengabdi pada satu organisasi yang disebut sebagai negara. Sedangkan nasionalisme adalah pilihan dari satu jalan untuk membangun sebuah negara tersebut, salah satunya jalan humanisme. Oleh karena itu, patriotisme tidak boleh dimaknai sebagai suatu yang sempit,” jelas Anam.

Terkait siapa yang bisa jadi menjadi agen humanisme dan patriotisme, semua orang bisa menjadi agen tersebut. Setiap orang yang memiliki nilai-nilai dan cita-cita kemanusiaan boleh menjalankan nilai kemanusiaannya di manapun dan dengan cara apapun. Dalam ruang era globalisasi yang terbuka, salah satu cara menghadapi musuh adalah dengan humanitas. Gagasan dan pemikiran terkait humanisme semuanya dilindungi oleh berbagai Undang-Undang dan siapapun tidak boleh melanggar Undang-Undang tersebut. “Masih banyak ruang-ruang yang bisa kita manfaatkan untuk kembali menggelorakan patriotisme dalam era kekinian yang sesuai dengan konstitusi dan humanisme yang menjadi nilai dasar,” pungkas Anam. (Utari/LY)

Short link