Kabar Latuharhary

Komnas HAM Luncurkan Laporan Kajian Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) dalam Perspektif HAM

Kabar Latuharhary – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan pengkajian atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) dalam perspektif HAM. Pengkajian itu dilakukan berdasarkan dinamika dan respon berbagai pihak terkait implementasi UU PSDN. Beberapa hal yang dikritisi diantaranya terkait ketentuan komponen pendukung, perlindungan hak untuk hidup, hak milik dan hak atas rasa aman.


“Komnas HAM merekomendasikan perubahan UU PSDN, khususnya perubahan asas-asas yang akan berkonsekuensi merubah seluruh ketentuan yang diatur dalam UU PSDN,” kata Sandrayati Moniaga, Komisioner Pengkajian dan Penelitian, Komnas HAM RI. Hal itu disampaikan saat menghadiri Webinar Peluncuran Laporan Kajian  UU PSDN dalam persepektif HAM yang digelar secara daring pada Jumat (19/03/2021).

Webinar juga dihadiri oleh Sekertaris Direktur Jendral Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, Aribowo Teguh Santoso, Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, Plt. Kepala Biro Pemajuan, Mimin Dwi Hartono serta Moderator Webinar dan juga Peneliti Komnas HAM, Dian Andi Nur Aziz.



Mengawali paparan, Okta Rina Fitri, Tim kajian UU PSDN, menyampaikan 4 (empat) kritik terkait UU PSDM dari hasil  kajian UU PSDN. Kritik itu diantara, ruang lingkup terlalu luas (pembentukan komponen cadangan dan pendukung, pengaturan bela negara, serta pengaturan mobilisasi dan demobilisasi). Kedua adalah mobilisasi sumber daya milik warga untuk pertahanan negara. Hal yang dimaksud itu adalah perlindungan properti.

Lebih lanjut, Okta menyampaikan Kritik ketiga terkait standar HAM yang belum diadopsi dalam UU PSDN. Standar HAM yang dimaksud itu adalah prinsip kesukarelaan, conscienctious objection, serta ancaman sanksi pidana terhadap anggota Komponen Cadangan (Komcad) yang menolak panggilan mobilisasi. Hal terakhir yang dikritik adalah minimnya partisipasi publik dalam proses penyusunan UU PSDN.

Al Araf, Peneliti Senior Imparsial setuju dengan yang disampaikan oleh Okta, terkait belum adanya standar HAM yang disinggung oleh Tim Kajian UU PSDN. Ia mengatakan bahwa hak atas hidup, hak atas rasa aman, conscienctious objection dan hak atas milik belum cukup dihormati dan dilindungi oleh negara melalui UU PSDN.

Aribowo melanjutkan, Indonesia adalah negara yang cinta damai. Peperangan adalah jalan terakhir apabila tidak ada jalan lain yang dapat di tempuh. Ia juga menegaskan bahwa pertahanan negara sangat penting untuk menangkal ancaman dari pihak luar yang semakin dinamis. Oleh karena itu partisipasi warga negara penting dalam aksi bela negara. Namun, catatan yang diberikan Komnas HAM akan menjadi pertimbangan lebih lanjut.

Menutup Webinar, Sandra menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh pihak yang berpartisipasi dalam peluncuran kajian UU PSDN. “Kontribusi yang kita lakukan hari ini, menjadi perjuangan kita dalam mengimplementasi nilai-nilai HAM terutama dalam perundang-undangan di Indonesia,” pungkasnya. (Feri/LY)

Short link