Kabar Latuharhary

Komnas HAM Terima Audiensi Solidaritas Perempuan Komunitas Anging Mammiri

Kabar Latuharhary - Komnas HAM menerima audiensi Solidaritas Perempuan Komunitas Anging Mammiri terkait proyek pembangunan Makassar New Port (MNP) di Kelurahan Tallo, Buloa dan Cambayya, Kota Makassar melalui Zoom Meeting, Senin (22/3/2021). Audiensi ini dipimpin oleh Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Endang Sri Melani didampingi Subkoordinator Bidang Laporan Pemantauan dan Penyelidikan, Nurjaman dan Pemantau Aktivitas HAM, Dyah Nan.

Audiensi dihadiri oleh Solidaritas Perempuan Komunitas Anging Mammiri, Badan Eksekutif Solidaritas Perempuan Nasional, juga perwakilan masyarakat yang terdampak dari proyek pembangunan Makassar New Port. Salah seorang perwakilan masyarakat yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan perempuan menyampaikan bahwa dampak proyek telah dirasakan sejak 2017. Masyarakat pun telah berjuang sejak 2017 dengan bertemu DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dan meminta dipertemukan dengan pihak PT. Pelindo IV Cabang Makassar, “Kepiting dan kerang sudah mulai berkurang dan tidak ada bibit yang tumbuh, jadi otomatis yang kami cari akan punah sampai sekarang,” jelasnya.
 
Selanjutnya ia menjelaskan banyak warga masyarakat yang kehilangan mata pencaharian, pendapatan menjadi berkurang karena area tangkap yang juga berkurang. Hal tersebut benar-benar merugikan nelayan, khususnya di 3 kelurahan tersebut. “Ini merampas kehidupan kami di laut,” tegasnya.

Ia pun menyampaikan harapannya agar program yang dijalankan tidak merugikan masyarakat. “Jangan diambil lautnya, karena laut itu kehidupan kami. Bimbing masyarakat supaya bisa mandiri, jangan hanya diberi bantuan saja,” harapnya.

Salah seorang perwakilan masyarakat lainnya yang mewakili nelayan tradisional pun turut curah pendapat. Ia menyampaikan bahwa masyarakat beberapa tahun terakhir mendapatkan masalah yang dampaknya luar biasa dan merasa sangat dirugikan. “Karena kita nelayan pesisir, kita butuh pesisir pantai. Semua karang di pesisir sudah tertimbun. Padahal kepiting bisa menetas di karang, namun sekarang sudah tidak ada karena sudah tertimbun. Kami sudah mulai kesulitan mencari kepiting,” terangnya.

Ia pun meminta pemerintah dan penanggungjawab perusahaan agar ada pemulihan hak bagi nelayan pesisir Makassar juga untuk menghentikan proyek Makassar New Port. “Kalau terus dilanjutkan, apalagi sudah mulai pembangunan berikutnya, kasihan nelayan kecil. Kita pakai perahu tradisional, untuk mencari yang lebih jauh juga tidak bisa,” jelasnya.

Ia menyampaikan harapannya pada Komnas HAM untuk bisa membantu masyarakat yang sudah beberapa tahun ini mendapat masalah namun tidak ada titik terang. Karena bagi nelayan, masalah ini membuat posisi mereka semakin sulit.

Lebih lanjut, salah seorang perwakilan masyarakat produksi pangan di Kelurahan Cambayya menyampaikan bahwa nelayan di pesisir saat ini tidak lagi mengelola hasil laut seperti biasanya. Misalnya, dengan adanya proyek ini, masyarakat sudah tidak bisa memproduksi ikan teri dan ebi. Selain itu, air mulai tercemar akibat proyek ini.

Dampak lain selain itu, banyak anak-anak yang tidak bisa bersekolah dan putus sekolah. Tidak berhenti di situ, saat ini semakin banyak pernikahan dini karena diharapkan bisa mengurangi beban di keluarga. Namun ternyata, pernikahan dini tidak mengurangi beban, justru menambah beban keluarga karena anak dan menantu masih belum bisa membiayai diri sendiri.

Berdasarkan surat permohonan audiensi dari Solidaritas Perempuan Komunitas Anging Mammiri, diinformasikan bahwa Makassar New Port (MNP) adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2017. MNP juga akan terintegrasi dengan Kereta Api Makassar - Pare Pare yang juga merupakan proyek strategis nasional. Hal ini memperlihatkan bahwa konektivitas proyek strategis nasional diprioritaskan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis dari pemilik modal dan kuasa yang besar. MNP dibagi 3 per paket, yakni paket A, B,C dan D dengan total lahan 1.428Ha.

Mereka meminta kepada Komnas HAM untuk tiga hal. Pertama, melakukan investigasi bersama Komnas Perempuan terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Perempuan dan Anak di wilayah konflik khususnya di kelurahanTallo, Buloa dan Cambayya. Kedua, memerintahkan PT. Pelindo IV Cab. Makassar selaku pelaksana proyek Makassar New Port (MNP) agar menjalankan rekomendasi pemerintah DPRD Provinsi Sulawesi Selatan yaitu pemulihan Hak berupa ganti kerugian yang dialami nelayan tradisional dan perempuan pesisir sejak adanya aktivitas reklamasi dan pemulihan lingkungan hidup. Ketiga, mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah kota Makassar dan Gubernur Sulawesi selatan selaku pemberi izin lokasi pelaksanaan reklamasi agar menghentikan proyek Makassar New Port.

Menanggapi hal tersebut, Endang Sri Melani menyampaikan bahwa pengaduan ini bukan yang pertama bagi Komnas HAM, terkait dengan dampak pembangunan pelabuhan baru di Makasar yang merupakan Program Strategis Nasional. Ia menyampaikan bahwa Komnas HAM pernah bertemu dengan PT. Pelindo dan diketahui akan ada beberapa lokasi yang dikembangkan dengan 4 tahapan.

Ia pun tidak dapat memungkiri kondisi pandemi saat ini dimana mencari mata pencaharian sangat sulit. “Aduan yang disampaikan hari ini sedikit banyak mirip dengan keluhan warga Kodingareng beberapa waktu lalu,” ungkap Melani.

Komnas HAM akan menunggu kelengkapan informasi dan berkas. Salah satunya terkait jumlah warga terdampak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Perlu dipetakan kelurahan mana yang terdampak langsung dan yang tidak terdampak langsung, serta ada berapa jiwa dan berapa KK (Kepala Keluarga). Tujuannya, agar clear dapat dihitung kelompok rentan yang ada didalamnya (perempuan dan manula). “Nanti dibuat saja kelurahan mana yang terdampak dan di kelurahan itu ada berapa KK. Agar saat menyampaikan ke PT. Peindo lebih clear,” jelas Melani.

Terkait investigasi langsung, pihaknya akan mengkomunikasikan dengan Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, M. Choirul Anam. Juga melihat ketersediaan anggaran.

Ia menambahkan bahwa komunikasi antara Komnas HAM dengan PT. Pelindo terjalin dengan baik. Menurutnya, yang perlu dipahami bahwa proyek ini adalah adalah Proyek Strategis Nasional, sehingga untuk memberhentikan dirasa sulit. Namun perlu dibicarakan dan diperjelas agar tidak menimbulkan dampak pada warga.

Melani pun menyinggung terkait Rekomendasi yang diberikan oleh DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. “Rekomendasi DPRD Provinsi Sulawesi Selatan akan dipelajari lagi karena juga penting untuk mendorong tindak lanjut kasusnya,” pungkasnya. (Utari/ LY)

Short link