Kabar Latuharhary

Parahyangan Legal Competition 2021, Komnas HAM RI Sosialisasikan Implementasi Prinsip HAM



Latuharhary – Komnas HAM RI bekerja sama dengan Universitas Katolik Parahyangan dan United Nations Human Rights Office of High Commissioner - South East Asia Regional Office (UN OHCHR- SEA) menghelat Parahyangan Legal Competition 2021: “Upholding Pancasila Toward Human Rights-Based Business and Investment Environment in Indonesia” secara daring pada 23-25 Juli 2021.

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik menyampaikan sambutan kunci berjudul “Pancasila dan Panduan PBB Tentang Prinsip-Prinsip Bisnis & HAM dan Implementasinya Selama Pandemi Covid 19 Termasuk Pemenuhan Hak Atas Kesehatan” dalam sesi pembukaan, Jumat (23/7/2021).

“Salah satu cita-cita luhur bangsa ini adalah sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran kedua, yaitu “…..mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kesejahteraan umum ini tentu saja meliputi berbagai aspek yang antara lain, ketersediaan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan juga pemenuhan aspek-aspek lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan,” sebut Taufan.

Pada 16 Juni 2011, Dewan HAM PBB mengesahkan Prinsip-Prinsip Panduan untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UN Guiding Principles on Business and Human Rights - UNGPs). Prinsip-prinsip panduan ini pada dasarnya terdiri dari tiga pilar yang berbeda tetapi saling terkait, yaitu (1) Kewajiban negara untuk melindungi hak asasi manusia, di mana pemerintah harus melindungi individu dari pelanggaran hak asasi manusia oleh pihak ketiga, termasuk bisnis; (2) Tanggung jawab perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia, yang berarti tidak melanggar hak asasi manusia yang diakui secara internasional dengan menghindari, mengurangi, atau mencegah dampak negatif dari operasional korporasi; (3) Kebutuhan untuk memperluas akses bagi korban mendapatkan pemulihan yang efektif, baik melalui mekanisme yudisial maupun non-yudisial.

Komnas HAM RI, ungkap Taufan, menerima pengaduan masyarakat terkait dampak negatif bisnis setiap tahunnya.  Rinciannya, pengaduan terkait korporasi/entitas bisnis sebanyak 866 kasus (2017), naik menjadi 1.021 kasus (2018), dan tercatat 483 kasus (2019).

Secara umum, pengaduan masyarakat terkait korporasi atau entitas bisnis diklasifikasikan menjadi tiga kategori, antara lain (1) Sengketa Agraria (meliputi tumpang tindih klaim atas lahan, pembayaran ganti rugi lahan); (2) Sengketa Ketenagakerjaan (meliputi PHK, pembayaran gaji yang tidak sesuai, pelarangan pembuatan serikat pekerja, larangan mogok, skorsing, penurunan pangkat, dll); (3) Perusakan dan Pencemaran Lingkungan.

Komnas HAM juga melakukan upaya pemulihan hak-hak korban terdampak operasional bisnis melalui mediasi. Upaya kedua dengan menyusun kertas kebijakan berupa Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM yang kemudian telah diterbitkan menjadi Peraturan Komnas HAM Nomor 1 tahun 2017 dan mendapatkan pengesahan sebagai Lembaran Negara No. 267).

“Tantangan terbesar yang ada saat ini adalah kondisi dunia yang sedang mengalami pandemi Covid-19. Tanpa terkecuali sektor bisnis juga mengalami hantaman yang cukup berat. PHK dan efisiensi diberbagai sektor menjadi jalan yang tidak dapat dielakan lagi, terlebih dengan situasi pandemi yang tidak jelas kapan akan berakhir. Pada awal masa pandemi Covid-19 melanda Indonesia, Komnas HAM melakukan konferensi pers meminta kepada para pelaku bisnis untuk seminimal mungkin melakukan PHK,” sambung Taufan.

Komnas HAM juga telah menyusun Standar Norma dan Pengaturan (SNP) Hak Atas kesehatan. Tujuan dan manfaat SNP, bagi pemerintah, kata Taufan, untuk memastikan tidak ada kebijakan dan tindakan yang bertentangan dengan norma HAM sejak perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan, serta memastikan proses hukum dan pemberian sanksi bagi pelaku atas tindakan yang melanggar norma HAM. Bagi penegak hukum, agar dalam melakukan tindakan memastikan adanya pelindungan hukum yang adil dalam perlindungan HAM dan penegakan hukum. 

Bagi korporasi atau swasta, didorong untuk menghormati HAM dan masyarakat, menghindari perlakuan yang melanggar norma HAM, memastikan patuh atas penyelesaian yang adil dan layak untuk suatu tindakan yang melanggar HAM. Bagi individu, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, supaya mengerti dan memahami segala hal terkait dengan tindakan yang melanggar norma HAM sehingga dapat memastikan hak asasinya terlindungi, tidak melakukan atau perbuatan yang melanggar norma HAM dan dapat memicu konflik sosial lebih luas, dan membangun sikap saling pengertian dan toleransi. 

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandra Moniaga juga didaulat menjadi salah satu Speaker Sesi III dalam kegiatan ini dengan pemaparan materi berjudul Toward Fulfillment the Highest Attainable Standard of Right to Health in Indonesia. Hadir pula pembicara lain dalam sesi ini, Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah. (AAP/IW)
Short link