Kabar Latuharhary

Jaring Masukan, Komnas HAM Gelar Konsultasi Publik SNP Tanah dan Sumber Daya Alam

Kabar Latuharhary – Komnas HAM menyelenggarakan konsultasi publik terkait penyusunan Standar Norma dan Pengaturan (SNP) HAM tentang Tanah dan Sumber Daya Alam (SDA), yang diselenggarakan secara daring melalui platform zoom meeting, pada Senin sd Kamis (26 Juli – 29 Juli 2021).

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Sandrayati Moniaga pada Senin, 26 Juli 2021 menuturkan, bahwa disusunnya Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tersebut berangkat dari banyaknya  pengaduan hak asasi manusia terkait dengan konflik agraria yang diterima oleh Komnas HAM. Kasus-kasus yang terkait dengan konflik tanah dan SDA tersebut terdiri dari konflik lahan, perkebunan, infrastruktur, pertambangan, kehutanan, kawasan rawan bencana/konflik, dan transmigrasi.

“Isu agraria sudah menjadi isu yang penting oleh Komnas HAM sejak awal. Komnas HAM sendiri secara intens menangani isu agraria sejak akhir 90-an, kemudian tahun 2001, Komnas membentuk tim khusus dan merekomendasikan pembentukan Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria. Tahun 2006 Komnas HAM juga mengadakan pertemuan dengan Presiden, Kemendagri dan MK untuk membahas tahun masyarakat adat sedunia. Tahun 2014, Komnas HAM mengadakan inkuiri nasional tentang hak masyarakat hukum adat atas wilayahnya di kawasan hutan,” ucap Sandra

Melalui kegiatan ini, Sandra berharap para peserta dapat memberikan komentar terkait draf SNP HAM tentang Tanah dan Sumber Daya Alam. Karena draf tersebut nantinya akan menjadi dokumen bersama untuk bisa memajukan hak masyarakat atas tanah dan sumber daya alam.



Plt. Kepala Biro Dukungan Pemajuan HAM, Mimin Dwi Hartono menyampaikan kegiatan kali ini merupakan bagian pertanggung jawaban Komnas HAM dalam menyusun sebuah dokumen publik dan akan ditetapkan sebagai peraturan Komnas HAM. Penyusunan SNP, lanjut Mimin, merupakan salah satu program Prioritas Nasional.  Dalam skema perencanaan pembangunan nasional, program yang masuk dalam prioritas nasional itu sangat penting, karena menjadi suatu kebutuhan negara akan pemaknaan dan tafsir atas hak asasi manusia secara universal dan kontekstual.

“Harapannya nanti ketika dokumen ini nanti sudah disah kan dan dijadikan peraturan Komnas HAM, dapat menjadi panduan bagi pemangku kepentingan. Terutama adalah penyelenggara negara, karena mereka lah yang paling banyak berbenturan dengan masyarakat, para pemangku hak dalam konteks hak masyarakat atas tanah dan sumber daya alam,” kata Mimin

Peneliti Komnas HAM yang juga merupakan koordinator tim SNP HAM tentang Tanah dan Sumber Daya Alam, Agus Suntoro menjelaskan tujuan disusunnya SNP ialah pertama agar negara sebagai penyelenggara pemerintahan memastikan bahwa tidak ada regulasi, kebijakan maupun tindakan yang bertentangan dengan norma HAM sejak perencanaan, pengaturan dan pelaksanaan. Kedua, untuk aparat penegak hukum agar ketika melakukan tindakan, penegakan hukum ataupun pertimbangan putusan tidak sewenang-wenang. Ketiga, bagi korporasi atau swasta untuk membangun akuntabilitas dan menghormati HAM, menghindari perlakuan yang melanggar norma HAM dan pemulihan dampak. Dan Keempat, bagi individu, masyarakat dan organisasi masyarakat agar membangun pengertian dan pemahaman HAM dan pemenuhan HAM.

Penulis Ahli, Eko Cahyono memaparkan bahwa terdapat sebelas sektor-sektor yang tercantum dalam SNP HAM tentang Tanah dan Sumber Daya Alam. Beberapa diantaranya meliputi, kehutanan, pertambangan, pertanahan, perkebunan, pembangunan kepentingan umum, barang milik negara dan daerah, pesisir kelautan dan pulau kecil, pariwisata,  sumber daya air, kawasan rawan bencana atau kawasan konflik, dan transmigrasi.

“Sebelas sektor yang ada disini berdasarkan atas dua pertimbangan. Pertama, masalah-masalah HAM tentang tanah dan sumber daya alam ini banyak diadukan ke Komnas HAM terutama terkait dengan sebelas sektor tersebut. Kedua, dari diskusi dengan pakar dan tim ditunjukan bahwa keragaman masalah hak atas tanah dan sumber daya alam ini paling banyak berada di sebelas sektor ini,” ungkap Eko

Dalam bab terkait pemangku hak, lanjut eko bab tersebut dimasukkan dalam dokumen SNP untuk memperjelas bagaimana para pemangku hak yang terdiri dari; Petani, Nelayan, Masyarakat Adat, Perempuan, Penyandang Disabilitas, dan Anak dipastikan mendapatkan hak-haknya.

“Di dalam bab ini, setiap pemangku hak ini juga kita jelaskan bagaimana pola dan masalah umum dan khusus yang terjadi di dalam masing-masing kelompok sosial ini, hak asasi manusia apa yang sering terlanggar, serta apa saja kewajiban-kewajiban negara yang harus dipenuhi,” kata Eko

Para peserta yang menghadiri kegiatan kali ini turut mengapresiasi draf Standar Norma dan Pengaturan (SNP) HAM tentang Tanah dan Sumber Daya Alam, serta memberikan beberapa masukan untuk draf SNP.

“Kami sangat apresiasi dengan adanya SNP ini, secara umum dokumen ini sudah mengakomodir beberapa aspek yang  menjadi konsentrasi berbagai pihak, utamanya cso yang berkaitan dengan hak atas tanah dan sumber daya alam. Namun ada beberapa hal yang menjadi catatan kami, pertama  berkaitan dengan pembatasan hak dalam konteks hak ekosob. Saat ini, pandemi Covid-19 terkesan memberi banyak alasan bagi negara untuk melakukan pembatasan. Dinamika penerapannya juga membingungkan dan mengakibatkan ragam persoalan baru yang mengarah atau berpontensi kepada bentuk pelanggaran HAM di berbagai sektor. Berangkat dari hal ini, menurut kami penting untuk memikirkan bagaimana formulasi pembatasan ini kelak, mekanisme serta indikator pentingnya agar negara tidak keluar batas dalam melakukan pembatasan dalam konteks hak Ekosob,” ucap Azis Singgaligi.

Kegiatan konsultasi publik SNP HAM tentang Tanah dan Sumber Daya Alam dilaksanakan mulai tanggal 26 Juli sampai dengan 29 Juli 2021, dengan peserta dari beberapa daerah yakni Sumatera, Kalimantan-Sulawesi, Kawasan Timur meliputi Bali dan Nusa Tenggara Barat,  dan tingkat nasional atau pusat. Dalam seluruh kegiatan ini, hadir para penyusun ahli yakni Haris Retno, Iwan Nurdin, dan Eko Cahyono.

Penulis : Annisa Radhia

Editor : Banu Abdillah

Short link