Kabar Latuharhary

Komnas HAM Kawal Perlindungan Pembela HAM

Latuharhary- Situasi pembela HAM  atas lingkungan di berbagai sektor sekarang ini mendapat sorotan dari banyak pihak karena rentan mengalami kekerasan. 

“Pembela HAM adalah setiap orang yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan yang lain, atau organisasi yang melakukan kerja-kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk memajukan dan memperjuangkan pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan HAM dan kebebasan dasar di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, dengan mengakui universalitas HAM dan dengan cara damai,” tutur Komisioner Bidang Mediasi Komnas HAM RI Hairansyah dalam "Diskusi dan Peluncuran Laporan Situasi Pembela HAM atas Lingkungan Periode September-Desember 2021: Bertumpu pada Perempuan, Keluarga, dan Komunitas”, Kamis (23/12/2021).

Terkait kasus Pembela HAM, sepanjang 2021, Komnas HAM menerima pengaduan sebanyak 17 kasus. Terdiri dari 6 kasus kriminalisasi, 1 permohonan pengusutan kasus munir, serta 10 kasus terkait ancaman dan intimidasi. 

Kasus-kasus yang menimpa para pembela HAM ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kewajiban konstitusional negara belum dilaksanakan secara maksimal, belum adanya pengakuan pembela hak asasi manusia dan jaminan perlindungan bagi pembela HAM. Lalu, tidak terpenuhi atau belum maksimalnya pemahaman pemerintah dan publik akan kehadiran pembela HAM, serta tidak ada pemahaman dan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum (polisi, kejaksaan, hakim) tentang perlindungan pembela HAM.



Penyebab lainnya karena pemahaman masyarakat akan hak-haknya yang harus dipenuhi, dilindungi, dan diperjuangkan dengan jalan damai, serta peran dan fungsi lembaga negara independen belum memadai untuk menjalankan fungsinya secara maksimal, termasuk ketersediaan anggaran dan SDM.

Sejalan dengan ketentuan hukum nasional Indonesia, Deklarasi Pembela HAM menekankan pula bahwa Negara merupakan pihak yang paling bertanggung jawab untuk melindungi para Pembela HAM

“Situasi Oembela HAM semakin kesini semakin suram, bukan semakin baik. Komnas HAM selama ini diperlakukan hanya pemadam kebakaran saja, padahal pemenuhan kewajiban HAM itu adalah kewajiban negara dan pemerintah. Komnas HAM posisinya adalah katalisator dan fasilitator, tetapi untuk pemenuhan akhirnya atau putusan akhirnya tentunya adalah kewajiban negara,” tegas Hairansyah.

Komnas HAM RI memahami bahwa  ancaman terhadap Pembela HAM termasuk ancaman terhadap hak asasi manusia. Komnas HAM mendorong perlindungan Pembela HAM, salah satunya dengan peningkatan kinerja bagian Dukungan Pelayanan Pengaduan dengan menambahkan kategori “HRD” sebagai salah satu isu untuk mempermudah pengecekan penangan kasus.

Sampai saat ini, Komnas HAM RI berupaya mendorong perlindungan Pembela HAM dalam tiga aspek. Pertama, pencegahan dilakukan dengan penetapan Standar Nasional Pengaturan Pembela HAM oleh Komnas HAM, peningkatan kapasitas staf dalam memahami HRD terutama bagian Pelayanan Penerimaan Pengaduan /Kegiatan Pemantauan, pelaksanaan sosialisasi atau pelatihan terhadap Kepolisian, diseminasi informasi kepada publik, penguatan/pengorganisasian masyarakat atau pelatihan paralegal oleh organisasi masyarakat sipil, serta peningkatan kerja sama dan jaringan dengan masyarakat sipil.

Dari sisi penindakan, Komnas HAM RI membuat penetapan Perkom Mekanisme Perlindungan Terhadap Pembela HAM, penerimaan Pengaduan (Upgrade SPH), penanganan kasus, pemberian surat keterangan, pemberian pendapat HAM (Amicus Curiae) serta pembuatan rekomendasi.

Di sektor pemulihan dilakukan dengan pendampingan psikologi, pemberian kompensasi, pemulihan nama baik, bantuan sosial serta lainnya. 

Peran perempuan pembela HAM turut disinggung. “Perempuan Pembela HAM adalah kelompok yang paling rentan dari kasus-kasus yang terjadi.  Harusnya negara hadir pada kasus-kasus  pelanggaran HAM secara aktif untuk memberikan perlindungan untuk bisa segera dilakukan negara. Aparat hukum harus menjadi garda terdepan dalam pemenuhan hukum, agar tindak lanjut dan advokasinya sesuai sasaran,” tegas Hairansyah.

Dalam kegiatan ini hadir narasumber lainnya, yaitu Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika, Peneliti ELSAM Villarian Burhan, Fajaru Astuti N Kilwouw, serta jurnalis Mongabay Meidella Syahni sebagai moderator. (SP/IW)

Short link