Kabar Latuharhary

Komnas HAM Dukung Pemerintah Implementasikan Global Compact for Safe, Orderly, and Regular Migration (GCM)


Latuharhary - Indonesia menjadi salah satu negara yang mengadopsi Global Compact of Migration atau Global Compact for Safe, Orderly, and Regular Migration (GCM) yang disepakati bersama di Marrakesh, Maroko pada 10 Desember 2018. 


Implementasi GCM oleh pemerintah dilakukan melalui perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Regulasi turunannya melalui Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2019 tentang Badan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI), dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penempatan TKI oleh Badan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI).


“Komnas HAM berpartisipasi aktif dalam penyusunan rencana aksi nasional implementasi GCM di Indonesia, pada tahun 2019 Komnas HAM berpartisipasi dalam sosialisasi GCM dengan Ditjen Kerjasama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI dan International Organization for Migrasi (IOM). Terkait perlindungan TKI, Komnas HAM telah menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan beberapa kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja, termasuk menjajaki kerja sama formal dengan BP2MI,” ujar Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik dalam dalam Forum Global Consultation for National Human Rights Institutions on Advancing the Implementation of the GCM secara daring, Kamis (27/1/2022).  


Forum yang diselenggarakan oleh GANHRI dan OHCHR ini menghadirkan narasumber lain Geneva Representative GANHRI Katharina Rose  dan Civil Society Liaison Officer, UN Network Migration Monami Maulik dan dihadiri lembaga nasional HAM (NHRI) di seluruh dunia.


Komnas HAM juga mendorong kerja sama di tingkat regional bersama SUHAKAM Malaysia dan CHRP Filipina untuk menangani isu statelessness di area perbatasan Sabah, Malaysia. Ketiga NHRI ini ikut melakukan advokasi dan pemantauan pekerja migran, perdagangan orang, pengungsi, dan pencari suaka serta orang-orang tanpa kewarganegaraan. 


Hasil kerja ketiga NHRI menjadi salah satu isu prioritas dalam Rencana Strategis Forum Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional Asia Tenggara (SEANF) 2022 – 2026.


“Komnas HAM menilai regulasi yang ada yang dimiliki oleh pemerintah belum sepenuhnya menjamin hak-hak pekerja migran, terutama dalam konteks kerangka GCM dan jika regulasi tersebut dimaksudkan untuk memenuhi Tujuan 1, Tujuan 3, Tujuan 5, Tujuan 6, Tujuan 18, dan Tujuan 23, yang merupakan prioritas pembangunan Indonesia saat ini. Hal ini didasarkan pada peningkatan jumlah pengaduan yang masuk ke Komnas HAM terkait pekerja migran, berdasarkan data yang diolah selama periode Januari sampai 15 Desember 2021, ada 29 kasus yang ditangani oleh Bagian Dukungan Pemantauan dan Penyelidikan,” ungkap Taufan.


Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2020 yang terjadi penanganan 8 (delapan) kasus terkait pekerja migran. Terhadap pengaduan terkait kasus buruh migran, hak utama yang dilanggar adalah hak buruh migran, namun karena sifatnya yang kompleks, hak yang dilanggar juga berbarengan dengan hak-hak lainnya, termasuk hak untuk memperoleh keadilan bagi buruh migran yang berkonflik dengan hukum di negara tujuan atau di dalam Indonesia; hak atas informasi, hak atas kebebasan pribadi terkait pekerja migran sebagai korban perdagangan manusia; hak untuk hidup dalam hal TKI meninggal di negara penempatan; hak-hak perempuan bagi perempuan pekerja migran yang mengalami kekerasan berbasis gender; hak atas keamanan; dan hak atas kesejahteraan yang erat kaitannya dengan konteks pekerja migran, yaitu gaji yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak memadai, jam kerja yang berlebihan, dan sebagainya.


Ia juga menjelaskan bahwa situasi Pekerja Migran Indonesia merupakan masalah yang kompleks, apalagi dengan adanya pandemi Covid-19. “Diperlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif dalam menangani permasalahan buruh migran. Komnas HAM melihat perlu adanya pendekatan alternatif lain, seperti penyelesaian masalah yang bersifat bottom-up, bukan top-down,” jelasnya. 


Tantangan lain yang dihadapi oleh TKI adalah terbatasnya akses terhadap pemulihan, tidak adanya harmonisasi kebijakan pasca keluarnya UU 18/2017, lemahnya implementasi, dan tingginya kerentanan terhadap pelanggaran hak terhadap perempuan pekerja migran, pekerja anak, dan anak dari keluarga pekerja migran.


“Komnas HAM melihat bahwa GCM merupakan agenda penting untuk mewujudkan komitmen bersama antar berbagai negara terkait penghormatan, perlindungan, dan peningkatan hak asasi para imigran dan pengungsi,” ujar Taufan menutup pernyataannya. (AAP/IW)
Short link