Kabar Latuharhary

Hari Lansia Nasional, Komnas HAM Rekomendasikan Optimalisasi Pemenuhan Hak Lansia


Depok-Kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) di Indonesia masih belum mendapat perhatian dari berbagai pihak. Komnas HAM RI mendorong penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi kelompok tersebut.

"Kelompok lansia berjumlah 26,8 juta jiwa atau hampir 10 persen dari total penduduk Indonesia. Namun, sebagian besar mereka dalam kondisi rentan terutama yang berada dalam kondisi miskin, tidak memiliki kerabat yang merawat, dan disabilitas," jelas Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI Sandra Moniaga mencermati peran pemerintah dalam menjamin pemenuhan hak-hak kelompok lanjut usia (lansia) dalam Peringatan Hari Lansia Nasional 2022 bersama RAGAM INSTITUTE, the Asia Foundation, dan Koalisi untuk Masyarakat Peduli Usia Lanjut (KuMPUL). 



Sandra menilai sebagian besar lansia dengan kondisi rentan mengalami pengabaian atas hak memperoleh layanan kesehatan, tidak memeroleh akses program pemberdayaan, diskriminasi hingga kekerasan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, harapnya, mengoptimalkan pelaksanaan regulasi dan kebijakan terkait kebutuhan dasar kelompok lansia.

Keberadaan Undang-Undang Nomor 13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, dinilai Sandra masih menggunakan definisi dan paradigma sosial lama. Hal ini secara tidak langsung membuat kerja Komisi Nasional Lansia tidak optimal dan akhirnya dibubarkan pada November 2020.

Faktor penyebab kondisi lansia yang rentan lainnya karena kebijakan pemerintah pusat dan daerah kurang bersinergi sehingga tidak koordinatif. 

"Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang 13/1998 yang informasinya sudah masuk Prolegnas. Komnas HAM mendorong rencana ini karena hak asasi lansia perlu diperhatikan. Mereka juga punya hak yang sama seperti kelompok sosial lainnya," urai Sandra.

Ia pun merinci berbagai peraturan perundang-undangan serta dasar hukum internasional yang menjamin hak-hak lansia. Dalam Pasal 42 UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan, "Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara."

United Nation Economic and Social Commission for Asia Pacific (UN-ESCAP) pun mengadopsi Macau Declaration and Plan of Action bagi perlindungan lansia kawasan Asia Pasifik. Komnas HAM yang tergabung dalam South East Asia NHRI Forum (SEANF) ikut mengadopsi Baseline Paper on the Righrs of Older Person in South East Asia.

Sebagai tindak lanjut pemenuhan hak lansia, Komnas HAM memasukkan isu tersebut dalam Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Hak Memperoleh Keadilan serta Standar Norma dan Pengaturan tentang Pemulihan Korban Pelanggaran HAM yang Berat. SNP menjadi dokumen yang menjabarkan secara praktis dan implementatif berbagai instrumen HAM baik internasional dan nasional. 

Fungsinya sebagai panduan bagi pengemban kewajiban dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kebebasan berkumpul dan berorganisasi. Sedangkan bagi pemegang hak, SNP menjadi panduan dalam memaknai peristiwa yang berdimensi HAM dan memahami mekanisme untuk memastikan (dan memperjuangkan) dihormati dan dipenuhinya hak asasi.

Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga telah mengimplementasikan dalam penerbitan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM yang sebagian pemohonnya dari kalangan lansia.

"Sebagian penduduk masih beranggapan lansia sebagai beban dan diskriminatif. Untuk itulah Negara perlu merumuskan ulang kebijakan-kebijakan yang mendukung prinsip perlindungan lansia untuk menjalankan kewajiban dalam pelindungan HAM," kata Sandra.

Setelah langkah itu ditempuh, kementerian dan lembaga terkait wajib berkoordinasi dalam rangka penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi lansia.

Kegiatan yang berlangsung di Ruang Apung UI, Depok, Rabu (25/5/2022) menjadi sebuah upaya diseminasi isu kelanjutusiaan untuk mencapai kelompok lansia mandiri, sehat, produktif, sejahtera, dan bermartabat. Beberapa stakeholders terkait hadir, seperti Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Maliki, Deputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati, Wakil Wali Kota Depok Imam Budi Hartono, dan Sekretaris UI Agustin Kusumayanti. 

Analisa dari Komnas HAM tersebut diamini oleh para pembicara lainnya. Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas Maliki menginformasikan bahwa pada 2045, kelompok lansia mencapai jumlah 25 persen dari populasi penduduk Indonesia. 

"Pemerintah mengupayakan pemberdayaan lansia dan menjawab kebutuhannya melalui transformasi ekonomi, terutama untuk perawatan kesehatan melalui penyelerasan kebijakan stranas kelanjutusiaan dan penguatan kelembagaan di daerah agar tercipta sinergi lintas sektor dalam perencanaan dan penganggaran program," jelas Maliki.

Wakil Wali Kota Depok mengklaim telah mempraktikkan sinergi tersebut. Kebijakan tadi diimplementasikan melalui Kartu Depok Sejahtera yang diprioritaskan bagi kelompok lansia dan disabilitas.

"Komda Lansia Depok menyiapkan anggaran, mengadakan kegiatan komunitas lansia, dan kegiatan mental spiritual. Mereka butuh itu sebagai bekal menghadap Sang Pencipta," kata Wakil Wali Kota.

Selain talkshow, rangkaian kegiatan ini diiringi peluncuran buku “Bunga Rampai Lansia di Abad 21’ yang ditulis oleh para pegiat hak-hak lansia. Komunitas lansia penyintas Dialita dan Alzheimer's Indonesia Chapter Depok turut meramaikan dengan paduan suara serta senam otak.

Kegiatan ini terselenggara atas inisiasi Bidang Pengkajian dan Penelitiam Komnas HAM. Turut hadir Koordinator Bidang SDM dan Organisasi Delsy Nike, Koordinator Bidang Kerja Sama Sri Nur Fathya, Subkoorbid Pubdok Indah Wulandari beserta staf Pengkajian dan Penelitian Okta Rini Fitri, Indra Galis, Robby, dan Mardhika Agestyaning. (IW)

Short link