Kabar Latuharhary

Komnas HAM Gaungkan Isu HAM di Cirebon

Cirebon-Diseminasi informasi mengenai hak asasi manusia terus digaungkan Komnas HAM. Salah satunya menyelenggarakan diskusi tematik mengenai pelanggaran HAM yang berat di lingkungan kampus. 

"Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999, pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku,” terang Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigoro saat memberikan materi di Aula Masjid Universitas Muhammadiyah Cirebon, Rabu (9/8/2023).

Pelanggaran HAM dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang berat jika memenuhi unsur-unsur yang telah diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. "Ada dua kejahatan yang menjadi yurisdiksi pelanggaran HAM yang berat yaitu genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan," jelas Atnike.

Dalam prinsip HAM, penyelesaian pelanggaran HAM yang berat menjadi tanggung jawab negara melalui mekanisme yudisial, yaitu Pengadilan HAM yang diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kedua, melalui mekanisme non yudisial. Kedua mekanisme tersebut saling melengkapi, tidak saling meniadakan.

Terbitnya Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu dan regulasi lainnya melalui Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat merupakan bentuk mekanisme non yudisial yang diupayakan pemerintah.


Lebih lanjut, Atnike menjelaskan peran Komnas HAM dalam pelanggaran HAM yang berat. "Dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, secara spesifik, Komnas HAM memiliki kewenangan untuk menyelidiki pelanggaran HAM yang berat," ucap Atnike. Dalam melakukan penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komnas HAM dan unsur masyarakat.

Komnas HAM juga menerbitkan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPHAM). SKKPHAM digunakan oleh korban untuk mendapatkan layanan-layanan sosial maupun medis yang dapat diakses dari lembaga-lembaga seperti LPSK, maupun lembaga pemerintah terkait yang memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan sosial.

Dalam prinsip HAM internasional, Atnike menerangkan, setidaknya korban memiliki empat hak, yaitu hak atas kebenaran atau hak untuk tahu, hak atas keadilan, hak atas reparasi dan hak atas jaminan ketidakberulangan.

Pada kesempatan tersebut, Atnike turut mengenalkan salah satu produk Komnas HAM, yakni Standar Norma dan Pengaturan. "Kita menerbitkan sebuah dokumen yang bernama Standar Norma dan Pengaturan Nomor 9 tentang Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat. Tentunya agar lebih banyak masyarakat khususnya aparatur negara juga lebih memahami apa yang dimaksud dengan pelanggaran HAM yang berat dan apa yang menjadi hak para korban," jelas Atnike.


Sebelum diskusi, Komnas HAM melakukan pengenalan kelembagaan yang disampaikan oleh Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerja Sama Gatot Ristanto. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Cirebon Ida Ri'aeni juga menjadi narasumber yang menyampaikan paparan mengenai bentuk-bentuk dukungan yang dapat dilakukan masyarakat terhadap HAM.

Acara tersebut dibuka oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Cirebon Arif Nurudin, M.T., dan dihadiri oleh Wakil Rektor 3 Dr. Wiwi Hartati, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Drs. H Subhan, M.Si. dan civitas akademika Universitas Muhammadiyah Cirebon.

Tingginya antusiasme mahasiswa turut menyemarakkan kegiatan yang pertama kali digelar di Cirebon.  (Tim Humas)

Short link